CAPD, Terapi Terbaik untuk Penderita Gagal Ginjal
Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis atau CAPD merupakan alat cuci darah yang bisa dibawa keman saja oleh para penderita gagal ginjal. "Ritual" ini bagi sebagian penderita gagal ginjal dianggap lebih praktis dan murah memilih metode hemodialisis (HD) atau cuci darah dengan menggunakan mesin.
Direktur RS PGI Cikini Dr. Tunggul Situmorang menjelaskan, CAPD merupakan metode yang lebih baik ketimbang cuci darah dengan mesin. Seperti pengalaman Yoyo (45), misalnya. Guru PNS di Sukabumi ini sejak tahun 2006 sudah menggunakan alat ini karena ginjalnya sudah tak berfungsi.
Selama setahun menjalani cuci darah dengan mesin keluhan mudah sesak napas, cepat lelah dan sulit tidur serta beberapa gangguan begitu terasa. Tapi setelah menggunakan CAPD, segala keluhan hilang. "Sekarang aktivitas hampir normal. Tidur enak, tidak gampang capai," ujarnya .
Sama-sama mengambil alih fungsi ginjal dengan memasukkan cairan dialisat lewat selang, CAPD lebih praktis karena Tenck off yang terpasang di dalam perut dengan cara operasi sudah terpasang lebih dulu. Pasien tidak perlu ke rumah sakit. Cuci darah hanya butuh waktu tidak sampai satu jam dan dapat dilakukan di rumah. Pasien hanya menyediakan cairan dialisat yang menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan racun dalam darah untuk periode beberapa lama.
Penyakit gagal ginjal Yoyo awalnya disebabkan oleh batu ginjal di kedua ginjalnya yang baru diketahui tahun 2006 . Meskipun sudah dilakukan tindakan pembedahan serta laser untuk menghilangkan batu, fungsi ginjalnya pun terus menurun hingga akhirnya gagal ginjal.
"Dulu, dengan kartu askes setiap bulan saya harus mengeluarkan Rp1 juta untuk beli dialisat. Allhamdullilah, sejak Januari 2009 semua sudah gratis," ungkapnya.
Setiap hari Yoyo harus melakukan penggantian cairan dialisat sebanyak empat kali pada pagi, siang, sore, dan malam. "Siangnya saya ganti pas jam istirahat sekolah. Proses mengganti dialisat sekitar 35 menit," tuturnya.
Sedangkan Suprayitno (55) karyawan swasta yang juga penderita gagal ginjal mengatakan, ia sudah melakukan metode CAPD sejak tahun 2006 . Sama seperti Yoyo, sebelumnya ia melakukan cuci darah. Namun, menurutnya, ia kehilangan banyak darah selama cuci darah dengan menggunakan mesin. "Dulu, setiap tiga bulan saya harus transpalansi darah," katanya.
Supiatno tidak seberuntung Yoyo, karena untuk menebus dialisat ia tidak menggunakan kartu askes sehingga harus mengeluarkan Rp. 6,3 juta setiap bulan. "Saya sih berharap ada subsidi dari pemerintah diluar askes," katanya.
Sedangkan Karyono (57) warga Bekasi, sudah melakukan CAPD sejak tahun 2004 yang menurutnya jauh lebih baik ketimbang cuci darah.
"Dulu waktu cuci darah, saya harus telentang lima jam di rumah sakit. Sekarang saya bisa melakukannya dirumah dan waktunya lebih singkat," kaya Karyono.
Sumber: www.artikel-kesehatan-online.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar