Sekilas Anda mungkin tak akan mengira bahwa gadis cantik yang sangat menawan, ramah dan menoreh sejumlah prestasi di bidang modeling ini adalah seorang tunarungu. Dialah Angkie Yudistia yang telah divonis tunarungu sejak umurnya 10 tahun.
Gadis kelahiran Medan, 5 Juni 1987 itu terlahir sebagai anak normal yang cantik, manis, sempurna dan baik-baik saja. Namun ia mulai mengalami gangguan pendengaran ketika masih duduk di bangku SD dan sering tidak merespons ketika orang lain memanggilnya.
"Saya sering tidak menengok ketika dipanggil orang tua atau guru di sekolah. Mereka semua kadang suka kesal karena harus teriak-teriak ketika memanggil saya," ujar finalis Fun Fearless Female Cosmopolitan 2008 yang bertindak sebagai MC dalam acara 'Bantuan 100 Alat Bantu Dengar' kepada para tunarungu di gedung optik Melawai, Salemba, Jakarta.
Angkie pun mengaku lebih sering duduk di bangku belakang dan membaca sendirian ketika itu. Orang tuanya mulai menyadari gangguan pendengaran yang ia alami pada usia 10 tahun dan ketika itu ia harus menerima kenyataan pahit karena dokter memvonisnya sebagai tunarungu.
"Saya sedih mengetahui kenyataan itu, tapi orang tua saya selalu memberi dukungan dan semangat pada saya. Mereka terus menerus mengajarkan saya agar gemar membaca, karena kalau belajar dan mendengar dari TV nggak bisa," ujar Angkie.
Ia mengaku, gangguan pendengaran yang ia alami ternyata berasal dari pemakaian antibiotik yang berlebihan yang diberikan orangtuanya ketika ia sakit di waktu kecil.
"Dari kecil saya sering sakit-sakitan dan orang tua sering memberi antibiotik terus menerus jika saya sakit. Tiba-tiba pada usia 10 tahun saya divonis menjadi seorang tunarungu," ujar gadis yang sekarang sedang sibuk menyelesaikan kuliah S1-nya dan juga mengikuti program akselerasi untuk gelar masternya di London School of Public Relations Jakarta.
Hal ini dibenarkan oleh audiologist dan pakar pendidikan anak tunarungu PABD Melawai, Drs. Anton Subarto, Dipl Aud. "Pemakaian antibiotik dalam dosis tinggi dan berlebihan memang bisa jadi faktor pemicu seorang terkena tunarungu. Obat-obatan seperti pilkina dan aspirin pun bisa menjadikan anak mengalami gangguan pendengaran," ujar Anton.
Angkie yang divonis tunarungu pun kemudian dibawa orangtuanya untuk berobat ke berbagai tempat. Ia sudah mencari berbagai pengobatan alternatif tapi tidak ada yang cocok. "Mungkin pengobatan-pengobatan itu kurang cocok untuk saya," ujar Angkie.
Akhirnya pada usia 16 tahun, Angkie mulai menggunakan alat bantu dengar. Namun ia mengaku selama 6 tahun hidup dalam kesunyian, ia merasa sangat tersiksa dan terhambat aktivitasnya.
"Jujur saya merasa minder apalagi karena waktu itu masih kecil, dari segi fisik dan psikologi saya merasa kurang. Tapi untungnya saya masih dibolehkan sekolah di sekolahan normal," ujarnya.
Setelah menggunakan alat bantu dengar, Angkie harus beradaptasi kurang lebih satu tahun karena rasanya sangat berbeda setelah memakainya.
"Karena terbiasa dengar suara kecil, setelah pakai alat bantu jadi keras sekali suaranya, meskipun sebenarnya suaranya tidak terlalu keras-keras amat, jadi butuh adaptasi," jelas Angkie yang terlihat menggunakan alat bantu dengar yang kecil dan samar-samar di bagian kupingnya.
Gadis yang juga merupakan finalis Abang None 2008 ini sangat bersyukur bisa terus berprestasi karena adanya bantuan alat bantu dengar yang dia pakai, meskipun biaya yang harus dikeluarkan untuk membeli alat bantu tersebut tidak sedikit, yaitu sekitar Rp 18 jutaan.
"Bersyukurlah untuk orang-orang yang memiliki panca indera yang normal, tapi bagi mereka yang kurang sempurna jangan menyerah. Saya yakin setiap orang punya kelebihan dan kekurangan masing-masing, terimalah dengan lapang dada segala kekurangan tapi jangan lupa juga untuk memaksimalkan potensi yang kita punya," ujar Angkie.
Sumber: detikcom
Tidak ada komentar:
Posting Komentar