Dorongan untuk melakukan bunuh diri bisa dipicu oleh berbagai faktor mulai dari himpitan ekonomi hingga penyakit kronis. Waspadai juga bila ada kerabat yang punya riwayat bunuh diri sebab dorongan tersebut juga dipengaruhi faktor genetik.
"Seperti halnya gangguan kejiwaan yang lain, bunuh diri merupakan masalah kompleks yang dipengaruhi faktor lingkungan, psikologis dan genetik," ungkap Direktur Bina Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dr Irmansyah, SpKJ(K) dalam jumpa pers di Gedung Kemenkes, Jakarta, Jumat (14/1/2011).
Namun hubungan antara faktor genetik dengan risiko bunuh diri tidak bisa dilihat sebagai ramalan ke depan (prospektif). Artinya jika seorang ayah mengalami depresi kemudian melakukan bunuh diri, tidak berarti anaknya juga akan mengakhiri hidup dengan cara yang sama suatu saat nanti.
Menurut dr Irmansyah, hubungan tersebut terungkap dalam berbagai penelitian yang disebut genetic epidemiology. Saat menelusuri silsilah pelaku bunuh diri, ternyata sebagian besar punya riwayat perilaku serupa pada beberapa generasi sebelumnya.
Meski tidak ada angka pasti, dr Irmansyah memperkirakan bahwa faktor psikologis lebih banyak menjadi pemicu bunuh diri di Indonesia. Gangguan psikologis yang memicu bunuh diri bisa berupa depresi, skizofrenia maupun perilaku impulsif (tanpa berpikir panjang).
Selain itu, dr Irmansyah juga menyebut pemberitaan di media juga membentuk pandangan masyarakat tentang bunuh diri menjadi sesuatu yang biasa. Bahkan tidak sedikit yang menirunya, justru setelah menonton berita yang terlalu detail menggambarkan penyebab dan cara-cara menghabisi nyawa sendiri.
"Pemberitaan yang terlalu detail tidak memberi pengaruh secara langsung, tapi membangkitkan dorongan bagi yang sudah punya risiko. Yang tadinya tidak kepikiran, jadi tahu caranya kemudian mengikuti," kata dr Irmansyah.
Faktor lain yang mempengaruhi perilaku bunuh diri adalah budaya, khususnya di daerah Gunungkidul, Yogyakarta yang mengenal fenomena pulung gantung. Konon jika suatu malam ada sorot cahaya misterius mengarah ke rumah seseorang, tidak perlu heran jika beberapa hari kemudian penghuninya melakukan bunuh diri.
Adanya kepercayaan semacam itu menurut dr Irmansyah membentuk penerimaan atau sikap pasrah dan menganggap wajar ketika ada tetangga yang bunuh diri. Maka tak heran jika penelitian menunjukkan tingkat bunuh diri di wilayah itu mencapai 4,48/100.000 penduduk, relatif paling tinggi dibanding daerah lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar