Hubungan Antara Osteoporosis dan Stroke !

Bu Kromo (72 tahun) terbaring lemah di tempat tidur RS. Ia mengalami patah tulang pangkal paha setelah jatuh terpeleset di kamar mandi. Bu Kromo baru saja terkena stroke 4 bulan yang lalu. Saat sebelum jatuh, kondisi strokenya sudah mulai membaik, dan ia mulai berlatih jalan. Patah tulang yang dialaminya akan memberikan hambatan untuk kembali berlatih jalan.

Kasus seperti Bu Kromo tidak jarang dijumpai pada pasien pasca stroke. Osteoporosis seringkali dijumpai bersamaan dengan stroke, baik sebagai penyakit komorbiditas (ada bersamaan) atau sebagai dampak stroke.

Osteoporosis adalah penurunan massa tulang yang menyebabkan tingginya risiko fraktur (patah tulang) traumatik atau atraumatik. Patah tulang osteoporotik merupakan masalah besar pada perawatan kesehatan karena beratnya konsekuensi fraktur pada pasien dan sistem perawatan kesehatan. Kerapuhan tulang tidak menimbulkan gejala berarti sampai dengan munculnya patah tulang.

Masalah osteoporosis di Indonesia dihubungkan dengan masalah hormonal pada menopause. Menopause lebih cepat dicapai wanita Indonesia (rata-rata pada usia 48 tahun) dibandingkan wanita barat (rata-rata pada usia 60 tahun). Kurang terpapar sinar matahari, kurangnya asupan kalsium, perubahan gaya hidup seperti merokok, alkohol dan berkurangnya latihan fisik menyebabkan semakin tingginya kasus osteoporosis.

Apa hubungan osteoporosis dan stroke?

Beberapa penelitian baru mengkonfirmasi hubungan antara osteoporosis dan stroke. Sisi anggota tubuh yang lemah pada stroke rentan terhadap keropos tulang akibat imobilisasi (kurang gerak). Kelemahan anggota gerak pada stroke juga membuat pasien stroke rentan untuk jatuh. Kedua hal tersebut meningkatkan risiko fraktur (patah tulang) pada penderita stroke. Penelitian Dennis, dkk (2002) menjumpai kejadian patah tulang sebanyak 88 (30% diantaranya pada panggul) diantara 2696 pasien stroke. Proporsi kejadian patah tulang pada pasien stroke adalah 4%. Risiko patah tulang meningkat pada usia yang lebih lanjut, wanita, dan pasien dengan ketergantungan fungsional yang berat. Kejadian fraktur pada penderita stroke adalah 1,7 kali lebih tinggi dibanding populasi umum.

Kajian Poole, dkk (2002) memperlihatkan bahwa diantara 1430 pasien dengan fraktur panggul, 10,2% merupakan penderita stroke. Kejadian fraktur terjadi pada sisi yang lumpuh pada 82% kasus. Penyebab fraktur yang paling sering adalah jatuh akibat kelemahan yang ditimbulkan oleh stroke.

Penelitian lebih baru juga mengkonfirmasi bahwa densitas tulang lebih rendah secara bermakna pada sisi yang lumpuh. Kerapuhan tulang pada penderita stroke, dan kerentanan terhadap risiko jatuh meningkatkan kemungkinan patah tulang pada penderita pasca stroke. Risiko menderita osteoporosis harus diwaspadai dengan melakukan pemeriksaan densitas tulang.

Mewaspadai osteoporosis

Beberapa faktor yang meningkatkan risiko penurunan densitas tulang dan osteoporosis pada wanita post menopause meliputi peningkatan usia, menopause dini, berat badan rendah atau penurunan berat badan yang cepat, tanpa terapi pengganti estrogen, riwayat fraktur sebelumnya, dan riwayat keluarga dengan fraktur. Faktor lain yang memiliki hubungan yang signifikan dengan densitas tulang dan fraktur adalah merokok, penggunaan alkohol, kopi, asupan rendah kalsium dan vitamin D serta pengguna kortikosteroid.

Berbagai skor risiko telah dikembangkan untuk meramalkan seseorang menderita osteoporosis atau tidak. Pada umumnya skor ini akan mempertimbangkan faktor usia dan berat badan. Salah satu skor risiko yang sering dipakai adalah Osteoporosis Risk Assessment Instrument. Skor ini menggunakan usia dan berat badan sebagai prediktor. Semakin tinggi usia dan semakin rendah berat badan, maka semakin tinggi risiko menderita osteoporosis. Pasien berusia diatas 60 tahun dengan berat badan dibawah 60 kg memiliki risiko tinggi untuk terkena osteoporosis.

Sejak penurunan massa tulang dihubungkan dengan terjadinya fraktur yang akan datang, maka pemeriksaan massa tulang merupakan indikator untuk memperkirakan risiko terjadinya fraktur. Pada dekade terakhir ini, kepedulian terhadap penggunaan alat diagnostik non invasif (bone densitometry) meningkat. Alat densitometri dipakai untuk mengidentifikasi subyek dengan penurunan massa tulang, sehingga dapat mencegah terjadinya fraktur yang akan datang, bahkan dapat memonitoring terapi obat untuk menjaga massa tulang.

Osteoporosis bersifat multifaktorial sehingga penanganannya pun sangat kompleks. Terapi untuk osteoporosis difokuskan tidak hanya untuk menghambat resorpsi tulang atau merangsang pembentukan tulang. Tidak kalah penting untuk mengurangi risiko terjatuh. Intervensi dini diharapkan akan memberikan hasil klinis yang lebih baik pula.

Sumber: www.artikel-kesehatan-online.blogspot.com

1 komentar:

  1. Butuh Bandar Online terpercaya ?
    Yuk join aja menjadi member Di TogelPelangi

    Menyediakan permainan ;
    Togel
    Live dd48red blue

    serta memberikan prediksi terakurat

    DISKON Pemasangan :
    4D ; 66%
    3D : 59%
    2D : 29%

    Support 4 Bank terbaik :
    BCA
    MANDIRI
    BNI
    BRI

    Hot Promosi Jackpot Super Lucky
    Promo New Member
    Komisi Referal 1%

    Daftar sekarang bos : www.togelpelangi.com/daftar

    Info dan contact :

    BBM D8E23B5C
    LINE togelpelangi
    No telp.dan W.a +85581569708

    Silahkan bos



    BalasHapus