Mau Menikah ? Harus Cek Aids Dulu !

Mengecek kesehatan bebas penyakit HIV/AIDS sebagai syarat menikah perlu didukung dan disambut baik, karena pemikiran tersebut cukup cemerlang dalam upaya menyelamatkan kehidupan masyarakat dari penyakit yang menakutkan itu.

Hal tersebut ditegaskan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatera Utara, Prof Dr. Abdullah Syah, MA di Medan, Senin [08/06] , ketika diminta pendapatnya mengenai cek penyakit HIV/AIDS sebagai syarat nikah tersebut.

Wacana tentang pengecekan HIV/AIDS itu pertama kali dilontarkan pejabat di Pemprov Bengkulu, tujuannya untuk menyelamatkan warga agar keturunannya nanti tidak tertular dari penyakit berbahaya akibat menurunnya kekebalan tubuh itu. Abdullah Syah yang juga Guru Besar IAIN Sumut, menyatakan program yang dibuat Pemprov Bengkulu dinilai sangat bagus dan perlu diikuti provinsi lain.

Gagasan tersebut disampaikan pemprov itu, setelah melihat banyaknya warga maupun anak-anak yang tidak berdosa ikut menjadi korban penyakit HIV/AIDS yang sampai saat ini belum ada obatnya.

Selain itu, katanya, upaya tersebut dilakukan juga bertujuan untuk memutus mata rantai agar para penderita HIV/AIDS tidak semakin banyak. “Ini jelas sangat menghawatirkan bila terus berkembang di tengah-tengah masyarakat,” ucapnya.

Rencana tersebut bisa saja dibuat dalam peraturan daerah (Perda) agar lebih kuat, namun, itu semua tergantung pada anggota DPRD, apakah mau menyetujui Perda tersebut. “Pembuatan Perda itu adalah untuk kemaslahatan warga, dan bukan ada maksud-maksud tertentu untuk merugikan sekelompok masyarakat,” kata Abdullah Syah.

Sebelumnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Bengkulu, menganjurkan agar mengecekan penyakit HIV/AIDS sebagai syarat untuk menikah, meskipun sensitif harus dilakukan mengingat banyaknya jatuh korban akibat penyakit terebut. Ketua MUI Bengkulu, KHA Daroini menyampaikan hal itu ketika diminta tanggapannya atas wacana Wakil Gubenur Bengkulu tentang cek HIV/AIDS sebagai syarat untuk menikah.

Masalah HIV/AIDS ini, katanya, memang sensitif. Tetapi kalau tak dicarikan solusinya dapat membahayakan jiwa mereka dan keturunan. Nikah sama-sama pengidap HIV/AIDS boleh-boleh saja, asal syarat-syarat nikah terpenuhi.

“Yang jadi masalah orang sehat menikah dengan pengidap HIV/AIDS. Ini perlu dipertimbangkan. Kalau sudah saling mengetahui, tetapi masih ngotot mau menikah silakan saja,” katanya.

Kalau sebelumnya tidak tahu dan baru diketahui setelah menikah, maka pernikahan menjadi rusak karena tertipunya satu pihak. Oleh sebab itu cek HIV/AIDS menjadi penting. MUI Maluku setuju adanya persyaratan surat keterangan bebas penyakit HIV/AIDS bagi setiap pasangan yang akan melangsungkan pernikahan.

“Secara keagamaan harus didukung. Rencana itu sangat positif karena bertujuan mencegah bahaya penyebaran virus HIV/AIDS yang hanya akan menyengsarakan pasangan mau menikah,” kata Latuconsina kepada ANTARA di Ambon, Selasa.

Ia mengatakan, persyaratan bebas HIV/AIDS tidak bertentangan dengan ajaran agama, karena pada hakekatnya setiap orang yang ingin hidup berkeluarga harus memiliki pasangan yang sehat badaniah dan rohaniah. Meskipun Komisi Penanggulangan AIDS Maluku mencatat saat ini ada 800-an penderita HIV/AIDS di provinsi ini, jumlah tersebut bisa saja lebih besar karena yang terjangkit tidak diketahui persis.

“Karena itu, syarat surat keterangan bebas HIV/AIDS dari dokter atau rumah
sakit dirasakan cukup efektif guna mengantisipasi penyebaran penyakit yang belum ditemukan obatnya itu,” katanya.

“Bagi mereka yang ingin menikah, surat keterangan itu jelas akan menghilangkan kekhawatiran tertular,” katanya.

Menyinggung tentang biaya pembuatan surat keterangan bebas HIV/AIDS yang bisa mencapai lebih dari Rp200 ribu, ia menyatakan, “Yang harus dilihat adalah tujuannya untuk kebaikan.”

Mantan Kabid Urusan Haji Kanwil Departemen Agama Maluku, Latuconsina, menilai pergaulan bebas anak muda saat ini pun harus dikontrol melalui perhatian serius dari orang tua dan lembaga-lembaga pemerhati sosial, agar tidak terjerumus penggunaan minuman keras, obat-obatan terlarang (narkoba) maupun hubungan seks bebas.

Ia menegaskan, MUI Maluku prihatin sekali pada peningkatan kasus HIV/AIDS yang cukup cepat sejak ditemukan pertama kali di Tual tahun 1994, sehingga dalam berbagai kesempatan selalu melakukan imbauan dan sosialisasi kepada umat.
“Lewat ceramah-ceramah atau khotbah Jumat, kami selalu mengajak umat terutama remaja dan generasi muda untuk menjauhi hal-hal yang berbau narkoba dan miras,” katanya.

Sumber: www.artikel-kesehatan-online.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar