Ancaman bahan beracun dalam bahan plastik yang dikenal dengan BPA (Bisphenol-A) terus berlanjut. Jika dulu yang diwaspadai hanya botol susu dan botol minuman, kini ancaman BPA juga terdapat pada struk pembayaran.
Studi terbaru menemukan bahwa struk pembayaran mengandung kadar bisphenol A (BPA) yang tinggi. Dalam penelitian terbaru ini baru pada kertas struk pembayaran di negara Amerika, namun diduga di negara lain pun tidak jauh berbeda.
Tim dari AS menguji struk pembayaran yang terbuat dari kertas termal yang dikumpulkan dari 22 pusat belanja dan kafe di Amerika. Peneliti menemukan separuh dari kertas tersebut mengandung kadar BPA dalam jumlah besar. BPA yang digunakan ini untuk membuat tinta agar terlihat pada struk pembayaran termal.
Zat kimia yang menyerupai hormon estrogen pada perempuan ini diketahui dapat menimbulkan risiko terhadap kesehatan, terutama untuk anak-anak muda.
Jika seseorang memegang kertas tersebut selama 10 detik, maka akan memindahkan 2,5 mikrogram BPA dari kertas ke jari seseorang. Sedangkan jika menggosoknya akan meningkatkan jumlah BPA yang berpindah ke jari sekitar 15 kali lipat.
Peneliti mengungkapkan sejak BPA ditemukan pada lapisan tepung dalam kertas termal, ilmuwan telah menemukan pula kandungan BPA di dalam objek-objek lainnya. BPA masih banyak digunakan dalam botol air plastik, kaleng minuman ringan, kasus telepon seluler dan juga komputer.
Sementara peneliti dari Washington Toxics Coalition and Safer Chemicals menemukan bahan kimia pada 21-22 kertas tagihan yang diuji, meskipun kandungannya dalam tingkat yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan struk pembayaran.
Lebih dari 130 penelitian selama dekade terakhir menunjukkan tingkat BPA yang tinggi berhubungan terhadap masalah kesehatan serius, termasuk kanker payudara, obesitas dan pubertas dini.
Pada November 2010, Uni Eropa telah memberikan larangan penggunaan BPA dalam botol susu bayi. Karena hasil studi dari hewan uji menunjukkan zat tersebut mempengaruhi perkembangan saraf dan perilaku tikus laboratorium jika terpapar BPA saat masih di kandungan atau di awal kehidupannya. Sedangkan negara pertama yang melarang pemakaian BPA adalah Kanada.
Sedangkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menemukan hubungan antara paparan BPA yang rendah dengan masalah kesehatan yang merugikan.
Peneliti WHO menemukan kandungan BPA yang ditemukan dalam urine seseorang memiliki kadar yang relatif sama dengan BPA yang masuk ke tubuhnya. Artinya sebagian besar atau mungkin bahkan semuanya bisa diekskresikan atau dikeluarkan secara alamiah dari dalam tubuh.
"Untuk itu diperlukan aturan hukum yang kuat mengenai penggunaan bahan kimia tersebut dalam struk pembayaran, tagihan dan banyak produk lainnya," ujar Andy Igrejas, direktur Safer Chemicals, seperti dikutip dari Dailymail, Minggu (12/12/2010).
ver/ir)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar