Selama ini cahaya terang di malam hari disebut-sebut sebagai salah satu pemicu stres dan gangguan tidur. Sebaliknya bagi lansia, cahaya terang justru digunakan sebagai terapi untuk mengatasi gejala depresi.
Selain menjaga mood atau suasana hati, cahaya terang pada lanisa juga bisa memperbaiki pola tidur sekaligus meningkatkan produksi hormon serotonin. Hormon ini berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk mengendalikan stres.
Efek ini terungkap dalam penelitian yang dilakukan VU University Medical Center di Amsterdam, Belanda. Penelitian eksperimental tersebut melibatkan 89 orang lanjut usia (lansia) di atas 60 tahun, yang didiagnosis mengalami depresi.
Para partisipan dibagi menjadi 2 kelompok dan mendapatkan perlakuan berbeda. Satu kelompok mendapatkan terapi cahaya biru terang selama 1 jam menjelang subuh, sementara kelompok lainnya mendapat terapi cahaya merah redup pda waktu yang sama.
Perkembangan kondisi para partisipan diamati setelah 3 pekan mendapatkan terapi. Gejala depresi pada kelompok yang mendapat cahaya terang berkurang 43 persen sementara kelompok lainnya hanya berkurang 36 persen.
Setelah terapi dihentikan, peneliti kembali mengamati perkembangan kondisi partisipan pada 3 pekan kemudian. Perbedaannya makin besar, gejala depresi pada kelompok yang mendapat cahaya terang membaik 54 persen sementara kelompok lainnya hanya 33 persen.
"Terapi cahaya bisa dijadikan alternatif bagi pasien yang tidak mempan dengan pengobatan lain termasuk antidepresan," ungkap salah seorang peneliti, Ritsaert Leiverse, MD seperti dikutip dari WebMD, Minggu (9/1/2011).
Sebelumnya, pengaruh cahaya bagi kesehatan jiwa juga pernah diteliti di Ohio State University pada tahun 2009. Hasil penelitian terhadap tikus dewasa saat itu menunjukkan hasil berbeda, cahaya terang justru memperburuk kondisi tikus-tikus yang mengalami depresi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar