Naiknya permukaan air laut bukan satu-satunya ancaman dari pemanasan global. Mencairnya es di kutub utara juga memicu pelepasan bebagai polutan berbahaya yang selama ini terjebak dan diyakini akan meningkatkan jumlah penderita kanker di dunia.
Peringatan ini disampaikan dalam konferensi dunia tentang pemanasan global yang kini tengah berlangsung di Cancun, Meksiko. Sebuah penelitian yang mendukung peringatan tersebut baru akan dipublikasikan bulan depan.
Berbagai polutan berbahaya yang disebut sebagai Persistent Organic Polutant (POP) itu mengendap di kutub setelah bertahun-tahun mengotori atmosfer. Yang termasuk golongan POP antara lain pestisida jenis DDT, komponen elektronika PCB, dan limbah bahan bakar pesawat PAH.
Namun akibat adanya pemanasan global, POP itu kembali lepas bersamaan dengan mencairnya sebagian besar es di kutub utara. POP yang terlepas kembali mengotori udara dan akan bertahan selama puluhan tahun sebelum mengendap lagi secara alami.
POP tidak hanya mengendap di kutub, tetapi juga terakumulasi di jaringan tubuh manusia. Sebuah penelitian membuktikan, akumulasi di jaringan tubuh menyebabkan pencemaran POP dalam air susu ibu meningkat dalam beberapa tahun terakhir.
"POP yang masuk ke rantai makanan memang tidak banyak namun jika terakumulasi maka jumlahnya akan semakin banyak dan yang paling terkena dampaknya adalah manusia," ungkap perwakilan PBB, Donald Cooper seperti dilansir Dailymail, Kamis (9/12/2010).
Cooper mengatakan ancaman POP justru lebih nyata dibandingkan kenaikan permukaan air lau. Bahkan pihak-pihak yang berwenang dalam konferensi tersebut telah mengumumkan, desas-desus bahwa permukaan air laut akan naik 180 cm dalam 100 tahun mendatang adalah berita bohong.
(up/ir)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar